Monday, October 20, 2014

Circle of Respects



Tahun 2014 – tahun dengan people’s movement terbanyak yang pernah saya saksikan, mulai dari Pemilu Indonesia, kampanye, pelantikan & pesta rakyat, sampai dengan beberapa gerakan sosial seperti ALS Ice Bucket Challenge. “Perang kata” muncul di berbagai social media, media cetak bahkan saat bertatap muka. Dari beberapa hasil pengamatan, sayangnya ada sejumlah orang yang terlihat gampang sekali melontarkan kritik yang negatif, bahkan dari sesuatu yang sebenarnya bertujuan positif. 

Tak dipungkiri, gua sendiri terkadang tidak bisa tahan diri untuk tidak mengkritisi pihak tertentu. Tetapi, di sisi lain, masih berusaha juga untuk objektif. Dan, ada 1 pihak yang selalu gw respek dari pihak manapun dia berasal, yakni: pemrakasa & relawan.  Dua hal inilah inti dari people’s movement.

Sebagai orang yang pernah beberapa kali buat video yang melibatkan banyak orang serta tidak dibayar, rasa-rasanya cukup paham gimana susahnya dan lelahnya jadi relawan itu. Karena itulah, secara pribadi, saya cukup risih saat melihat sejumlah orang masih saja mencibir gerakan-gerakan ini.

Kisah paling simpel saja adalah saat ALS Ice Bucket Challenge. Saya sendiri tidak melakukan itu karena tidak di-refer juga. Tapi, IMO, itu adalah gerakan yang sangat bagus. Baru pertama kali gerakan donasi masal melibatkan begitu banyak orang hampir di seluruh dunia. Baik kalangan atas maupun bawah terlibat, baik anak-anak bahkan sampai kakek nenek berpartisipasi.
Namun di sisi lain, ada juga sejumlah orang yang mengkritik gerakan ini dan mengaitkannya dengan mereka yang kehausan di negara kekurangan air bersih.

Pandangan pertanyaan saya akan kritik ini:
  1. Saat orang-orang ingin berbuat sesuatu yang positif untuk orang lain, apakah itu salah?
  2. Apakah mereka yang mengkritik ini mengetahui apa yang telah dilakukan oleh para pemrakasa dan relawan untuk membuat ini viral?
  3. Apakah mereka tahu seberapa besar pengorbanan uang, energi, waktu, dan keluarga yang sudah relawan lakukan?
  4. Mereka yang melakukan ALS ice bucket challenge ini hampir pasti tidak tinggal di negara yang kekeringan. Apakah mereka tahu cara-cara untuk mendonasikan air es yang digunakan untuk ALS itu ke negara-negara yang kekeringan?
  5. Bila mereka tidak tahu dan daripada mereka mengulur-ulur waktu untuk mencari tahu (atau bahkan jadi tidak peduli), apakah lantas tidak lebih baik bila air-air itu digunakan untuk donasi?
  6. Bukankah akan lebih indah bila kita memuji gerakan ALS ini dan mulai berpikir melakukan gerakan massal serupa untuk membantu mereka yang kekeringan?

Sama halnya dengan mereka yang mengkritik gerakan-gerakan relawan Jokowi, seperti konser salam 2 jari, video kampanye, pesta rakyat, dll. Ada pandangan bahwa gerakan tersebut pasti ada maunya, pencitraan, atau buang-buang uang. Pandangan pertanyaan saya lagi-lagi serupa:

  1. Saat orang-orang punya harapan akan pembaharuan lalu mereka mengorbankan energi , tenaga, uang, dan waktu mereka untuk harapan tersebut, apakah tidak sebaiknya kita hargai?
  2. Apakah mereka yang mengkritik ini tahu persis apa yang terjadi dengan gerakan-gerakan tersebut: siapa saja donornya, kesulitan pencarian konsep & idenya, keseriusan proses pelaksanaaannya, dll?
  3. Apakah sama sekali tidak ada dampak positif yang timbul dari gerakan ini, baik itu terhadap skala mikro individu maupun skala makro negara (nilai tukar Rupiah, IHSG, etc)?


Pertanyaan-pertanyaan dari kedua kasus ini kemudian mengerucutkan kesimpulan pandangan saya akan:
  1. Janganlah kita membanding-bandingkan suatu gerakan dengan gerakan lain, kejadian satu dengan kejadian lainnya, apalagi bila kita tidak terlibat persis di dalamnya
  2. Ciptakanlah budaya dan lingkaran menghargai dibandingkan siklus kritik dan komplain
  3. Bila tidak sreg dengan gerakan tertentu, janganlah komplain apalagi mempengaruhi orang lain untuk membencinya. Tapi, buatlah gerakan positif lainnya yang lebih baik. Tetapi, lagi-lagi bukan untuk dibandingkan, tapi untuk diakumulasikan menjadi tumpukan gerakan positif dunia. 1+1 is better than 1-0.5 :)
  4. Saat anda sudah berhasil memprakasai gerakan positif lainnya tersebut, harapan anda tentulah gerakan tersebut bisa impactful dan dihargai daripada dikritik / dibanding-bandingkan. Put yourself on other’s shoes, then circle-of-respect surely is better than cycle-of-hatred
  5. Keempat poin di atas tidak hanya berlaku untuk gerakan atau kejadian yang positif, tetapi juga untuk sesuatu yang negatif. Bedanya bukanlah diakumulasikan, tetapi sama-sama dieliminir.
    Poin 5 ini cocok dengan kejadian maraknya poster / meme yang “menantang” pertanggungjawaban orang Islam akan ISIS di saat mereka banyak menentang ketidakmanusiawian di Gaza. Saya bukan Muslim, tapi saya menentang meme itu. Karena menurut saya, tidak ada gunanya membandingkan konflik satu dengan konflik lainnya. Kedua-duanya salah dan harus dimusnahkan.
 
Akhir kata dari saya yang kesambet pagi ini karena sampai nge-blog renungan seperti ini:
Let’s respect each other and spread more positivity :)


Peace,
Edodotcom
Dotting. Our. Communities.